Bahwasanya Allah adalah Rabb (Penguasa) kita semua, maka taatlah kamu
padaNya. Inilah cara sebenarnya. Q.3:51.
Ayat-ayat tersebut di atas serta maksudnya masing-masing, sebagai
contoh yang ala-kadar. Apabila anda dengan saksama membaca al-Quran itu
akan terbayanglah oleh anda, bahwa seluruh isi al-Quran itu merupakan
bimbingan dan petunjuk pada keempat istilah itu melulu. Iaitu:
(1) Bahwa Allah, adalah Rabbul-alamin (Pemilik dan Penguasa atas segala
sesuatu) dan Ilah (Tuhan/Pelindung).
(2) Bahwasanya, tiada Tuhan, atau Ilah dan Rabbul-alamin, selain Allah s.w.t.
(3) Bahwasanya, segala kegiatan dan ketaatan sayugianya diperuntukkan Allah
(yakni disesuaikan dengan ketentuanNya).
(4) Dan hanyalah Allah semata yang membuat Din (agama/ tatacara hidup).
Jelaslah sudah, bahwa barangsiapa ingin memperdalam pengetahuan dan
fahamnya tentang isi al-Quran itu, hendaknya lebih dahulu faham benar erti dan
maksud keempat istilah tersebut. Dan barangsiapa belum faham akan difinisi Allah,
ar-Rabb, al-lbadah dan ad-din itu, maka dia akan menganggap al-Quran itu
sebagai buku cerita dari manusia zaman dahulu.
Kerananya, sulit baginya untuk melaksanakan Dinul-Lah (agama Allah) itu. Mustahil baginya menjunjung tinggi Kalimatullah. Ini semua, disebabkan kekaburan fahamnya, kerapuhan aqidah dan imannya, kendatipun dia percaya terhadap Allah dan Rasul-rasulNya, percaya terhadap para Malaikat dan kitab-kitab suciNya, percaya terhadap hari kiamat dan terhadap Qadha dan QadarNya. Selain itu, dia pun tidak meninggalkan
solat lima waktu setiap hari dan rukun-rukun Islam yang lain, serta tidak lupa
bahkan selalu berzikir, bertasbih, bertahmid dan bertakbir.
Akan tetapi, kerana kabur pandangannya tentang tauhid, maka tanpa sadar dia memperbanyak tuhan, memperbanyak ilah dan rabb dalam kelakuannya sehari-hari. Ia
terumbang-ambing oleh situasi dan terkendalikan oleh hawa nafsu dan emosi,
serakah, dengki dan lain-lain sikap yang tak terpuji. Tanpa sadar, bahwa dia
telah melanggar batas-batas tauhid dan terjerumus ke dalam jurang
kemusyrikan. Dan alangkah marah meradangnya, sekiranya anda tegur, bahwa
dia telah keluar dari Islam, yakni murtad. Keluar dari Dinullah, atau dari
Kalimatullah karena telah mempersekutukan Allah, memperbanyak tuhan
sebagai sekutu-sekutu Allah dalam Uluhiyah dan RububiyahNya itu. Semua itu
disebabkan kekaburannya memahami erti atau maksud dari kata Ilah dan Rabb
itu sebagaimana mestinya.
Orang-orang Arab sebelum Islam dan sewaktu Islam mulai datang,
semuanya mengerti kedua istilah itu, iaitu al-Ilah dan ar-Rabb. Kedua patah kata
atau kedua istilah tersebut, mereka pergunakan dalam percakapan sehari-hari
dan pandai juga mempergunakannya. Kiranya untuk siapa diberikan. Apabila di
katakan kepada mereka, bahwa bukan Ilah dan bukan Rabb, bukan tuhan dan
bukan penguasa selain Allah, serta tiada barang satu pun atau seorang orang
pun bersekutu dengan Dia, baik dalam Uluhiyah (Ketuhanan) mahupun dalam
Rububiyah (kekuasaan atau wewenang)Nya, maka fahamlah mereka bahwa
kedua istilah tersebut adalah sebagai dua gelar atau kedudukan yang
dikhususkan untuk Allah s.w.t. Tidak boleh digelarkan ke pada siapapun.
Dengan demikian, bukanlah Tuhan dan bukan jugalah Penguasa dan pemilik
utama yang harus ditaati ketentuan-ketentuan dan perintahnya, selain Allah
Rabul-alamin itu. Maka yang beriman dan yang kufur atau menentang
pernyataan ini, berdasarkan kefahaman dan pengertian sebagimana mestinya.
Begitupun terhadap kedua patah kata, iaitu il-Ibadah dan ad-Din yang tidak
asing bagi orang Arab zaman dahulu itu.
Mereka tahu apa arti ‘abdun itu dan apa yang harus dilakukan olehnya.
Apa arti ‘ibadah dan apa latar-belakangnya serta gerangan apa yang tersimbol
dalam kedua patah kata atau istilah tadi. Kerananya, mereka tidak akan salah
faham kalau diperintah untuk beribadah kepada Allah dan mengenepikan si
taghut. Dalam pada itu, mereka harus meninggalkan cara hidup mereka dan
menunggu cara hidup baru yang akan diserukan kemudian.
Kemudian zaman berganti, dan generasi-generasi pun berganti sekali,
dengan demikian kefahaman tentang keempat istilah dalam al-Quran itu,
berubah. Erti atau maksud yang sedemikian luas dan gambelang menurut
bahasa Arab yang sesungguhnya, berubah menjadi sempit dan kabur. Erti yang
terkenal oleh bangsa Arab pada masa wahyu Ilahi itu bergema, lambat-laun
berubah, terisulir dan terbatas dengan berbagai-bagai dalih dan tafsir yang
kabur. Ini disebahkan dua faktor:
(1) Ketidak-murninya bahasa Arab dan keringnya sumber kreasi di kalangan
muslimin sendiri sejak beberapa abad.
(2) Generasi-generasi yang menerima waris Islam, tidak diwarisi pengertian
tentang keempat istilah itu, sebagaimana dimengerti oleh nenek-moyang
mereka, kaum jahiliah yang begitu luas pengertian mereka tentang
bahasa Arab itu.
Kerana dua faktor itulah, maka ahli bahasa Arab dan ahli Agama Islam
menafsirkan kebanyakan kata-kata dalam al-Quran menurut kefahaman kaum
mutaakhir, tidak menurut kefahaman kaum jahiliah yang luas dan murni itu.
Sebagai contoh:
- Kata al-llah, disenyawakan dengan kata patung-patung berhala dan
sebagainya.
- Kata ar-Rahb. disenyawakan dengan kata pemelihara, pendidik dan
sebagainya.
- Kata ad- Din, disenyawakan dengan kata religion.
- Taghut, disenyawakan dengan syaitan atau berhala.
Penafsiran dan pengertian tersebut, menyulitkan orang mencapai tujuan dan
maksud al-Quran yang sebenarnya. Apabila al-Quran melarang
mempertuhankan selain Allah, maka yang ditinggalkan hanyalah patung-patung
berhala. Dengan demikian yakinlah mereka telah mentaati larangan al-Quran
itu. Padahal mereka masih mempertuhan lain-lainnya - kecuali patung-patung
berhala dalam ertikata taghut yang luas itu.
Apabila diperingatkan al-Quran, bahwa Allah adalah ar-Rabb, disambut
dengan pernyataan bahwa tidak pernah terlintas di benak kami untuk
menganggap siapapun sebagai pemelihara dan penjamin keinginan kami selain
Allah s.w.t, Dengan demikian menurut kefahaman mereka telah memenuhi
tuntutan tauhid itu. Akan tetapi kenyataannya, banyak di antara mereka tunduk
pada Rububiyah (Ketuhanan) yang lain bila ditinjau dari sudut yang lain
daripada arti Pengasuh, Pemelihara dan Penjamin.
Apabila diseru al-Quran, “Sembahlah Allah dan tinggalkanlah taghut itu”,
maka sambutan mereka ialah, kami tidak menyembah berhala, dan mengutuk si
syaitan. Yang kami sembah hanyalah Allah dengan khusyu’. Dengan demikian
mereka yakin telah melaksanakan seruan al-Quran tadi. Padahal mereka
menggantungkan diri dan nasib pada banyak taghut yang tidak berbentuk batu
atau kayu pahatan (berhala).
Begitu juga faham kebanyakan orang tentang ad-Din. Mereka mengaku
sebagai muslim, menunaikan lima rukun Islam dan percaya terhadap keenam
rukun Iman. Akan tetapi, apabila diteliti akan nyatalah bahawa kebanyakan
mereka tidak mengikhlaskan diri untuk Allah dalam melaksanakan tuntutan
Islam sebagai Dinullah yang luas ertinya itu.
Liga Super Musim Depan Pasti Suram Jika Kedah FC Turun Liga Dan Sri Pahang
FC Pula Tarik Diri
-
MASA depan dua kelab Liga Super menjadi tanda tanya dengan mereka
dilaporkan tidak akan bertanding dalam saingan tersebut pada musim depan.
Dua kelab yan...
3 days ago
No comments:
Post a Comment